PEASANT: PATRON-CLIENT RELATIONSHIP

Januari 03, 2021


Peasant, pada awal perkembangannya digolongkan sebagai pendekatan yang mempelajari masyarakat primitif di dunia. Sebab peasant identik dengan ciri masyarakat primitf seperti menggarap lahan secara berkelompok, sebagian hasil produksi digunakan untuk kepentingan ritual, ikatan sosial diantara masyarakat erat hingga kebutuhan faktor produksi sepenuhnya di tentukan oleh keadaan di luar kuasa individu itu sendiri (misalnya terdapat kepercayaan atas kekuatan magis yang menghalangi produksi lahan).

Istilah peasant merujuk pada individu yang tidak mempunyai lahan untuk di manfaatkan sebagaimana mestinya, tidak mengedepankan keuntungan ekonomi, melainkan menjaga relasi sosial. Relasi sosial dengan siapa? Ya si empunya lahan atau disebut Patron. Jadi, peasant ini menggarap lahan yang dipunyai oleh si patron tadi.

Tentu saja peasant ini berbeda dengan farmer, meskipun bila di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sama-sama diterjemahkan sebagai petani. Farmer merujuk pada individu yang memiliki lahan yang luas dan tentu saja mengedepankan peranan teknologi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.

Ada hal yang tidak kalah penting nih teman-teman apabila membahas peasant, yaitu sistem Bawon. Sistem Bawon merujuk pada upah yang diberikan pemilik lahan kepada buruh tani, khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan tertentu dari hasil panen. Pada sistem bawon tradisional, panen padi merupakan aktivitas komunitas yang dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota komunitas dan menerima bagian tertentu dari hasil panen. Alih-alih kaya, mereka (peasant) lebih memilih untuk menyaratakan ekonomi.

Sistem bawon ini menjadi key point untuk menjaga solidartias masyarakat desa tradisional yang lebih mementingkan sosial daripada keuntungan ekonomi semata. Individu peasant, misalnya di pedesaan Jawa, merupakan contoh yang bisa di lihat dalam bingkai konsep ini. hanya ada dua kata dalam mendeskripsikan hasil produksi, yaitu tjukup (cukup) dan kekurangan – cukup dan tidak cukup.

Geertz, salah satu antropolog kebangsaan Amerika, juga sempat membahas ini dalam tulisannya Agricultural involution: the processes of ecological change in Indonesia (1963). Geertz melihat di pedesaan Jawa terdapat sebuah kesamaan dan keseragaman dalam pengalaman umum kemiskinan sebagai proses dari agricultural involution. Dia menulis “dibawah tekanan, meningkatnya jumlah dan sumber daya yang terbatas, desa di Jawa secara sosial tidak bercabang seperti halnya banyak negara lainnya yang menjadi sekelompok tuan tanah besar dan sekelompok budak dekat yang tertindas. Melainkan mempertahankan tingkat homogenitas sosial dan ekonomi yang relative tinggi dengan membagi sumberdaya ekonomi menjadi potongan-potongan kecil.

Lalu bagaimana sih hubungan antara patron-client ini?  Kalau kata James C. Scott, ilmuwan politik dalam tulisannya yang berjudul Patron-Clinet Politics and Political Change in Southeast Asia (1972), ‘the patron-client relationship—an exchange relationship between roles—may be defined as a special case of dyadic (two-person) ties involving a largely instrumental friendship in which an individual of higher socioeconomic status (patron) use his own influence and resources to provide protection or benefits, or both, for a person of lower status (client) who, fir his part, reciprocates by offering general support and assistance, including personal servies, to the patron’.

Untuk lebih mudah memahaminya, gini teman-teman; ntah itu seorang individu atau kelompok individu, orang ini punya resources yang besar pengaruhnya kuat nih, baik secara ekonomi, sosial ataupun secara politik. Tentunya si orang yang punya pengaruh kuat ini gak bisa dong mengerjakan semuanya sekaligus, misalnya dia punya bisnis dimana-mana. Orang ini cari individu lain yang posisi atau pengaruhnya secara sosial-ekonomi-politik ‘di bawah’ untuk menjalan bisnis dari si orang yang punya pengaruh kuat tadi. Secara tidak langsung karena sudah memperkerjakan orang ‘di bawah’ tadi, tentunya harus ngasih imbalan dong, yaitu orang di bawah ini akan membereikan loyalitas, kesetiaan, tenaga ataupun imbalan lainnya kepada si punya bisnis tadi. Si orang yang punya bisnis pun juga memberikan imbalan ke orang di bawah tadi selain upah, yaitu perlindungan. Begitu pola yang terjadi, sehingga di lihat hubungan patron-client ini sebagai sebuah resiprositas.

Hubungan antara patron-client ini tidak serta-merta terjadi di wilayah pedesaan saja, melainkan dalam mekanisme birokrasi dan politik praktis juga sering terjadi hubungan ini. Bukan jadi rahasia lagi kalau ada individu-individu tertentu yang memanfaatkan kekuatannya guna melanggengkan kekuasaan politik. Contoh nyatanya, lihat saja dinasti politik Ratu Atut Chosiyah. Dalam perjalanan dinasti politik, tidak terlepas dari peran para pendekar dalam memuluskan jalan membangun dinasti politik tersebut.

Hubungan-hubungan patron-client ini sudah terjadi sejak masa kolonial di mana pihak penjajah (sebagai patron) memanfaatkan kekuasaanya untuk merangkul petinggi-petinggi kerajaan atau pemerintahan kala itu guna meraup hasil bumi Nusantara; tentunya dengan iming-iming imbalan tertentu. Bagi yang hanya memikirkan isi perut, pastilah tawaran penjajah ini diterima dan mengorbankan rakyatnya sendiri. Sebagai imbalan, petinggi kerajaan atau pemerintahan ini akan memberikan kesetiaan kepada patron-nya.

Sebagai penutup dari tulisan ini, aku menjabarkan kembali perihal peasant dan patron-client ini secara sederhana. Peasant (dalam hal ini sekaligus berstatus sebagai client) sebagaimana yang telah aku bahas di atas, merupakan individu yang powerless (baik dalam hal sosial-ekonomi-politik), artinya ia hanya memiliki daya tawar-menawar yang lemah atas keadaan yang ia alami. Kemudian client ini membutuhkan seorang patron agar hidup dan kehidupannya dapat berlangsung. Dalam setting desa-desa, client akan bekerja di lahan milik seorang tuan tanah (patron) dan akan memberikan loyalitas dan tenaganya kepada patron; begitu juga seorang patron akan memberikan perlindungan bagi client-nya.

Seperti itulah teman-teman realitas yang terjadi saat ini. Semoga dengan sedikit tulisan ini bisa memberikan wawasan baru bagi teman-teman pembaca.

Apa bila teman-teman masih ada yang kurang mengerti atau kesalahan tafsir dari saya, silakan meninggalkan jejak di kolom komentar agar kita bisa saling belajar.

Terimakasih sudah menyempatkan waktunya untuk mampir dan membawa. 

Have a nice day!!!

You Might Also Like

0 komentar